Berita Narkoba (Video)

Selasa, 23 November 2010

Kolombia: Kampanye Baru Anti Narkoba Menjadikan Masyarakat Sebagai Sasarannya

Negara Kolombia telah lama dikenal sebagai negara penghasil obat-obatan dan pemasok utama obat-obatan ke pasar internasional. Konsumsi obat-obatan lokal sebagian besar masih dianggap sepele, namun data terbaru menunjukkan bahwa semakin banyak masyarakat Kolombia mengkonsumsi jenis obat-obatan terlarang. Pihak berwenang menjadi lebih perhatian terhadap masalah ini terutama yang berkaitan dengan narkoba jenis berat seperti heroin dan kokain.

Menurut studi narkoba nasional terakhir yang dirilis pada tahun 2008 oleh Kementrian Perlindungan Sosial Kolombia, Direktorat Narkotika Nasional dan UNODC mengestimasi terdapat kurang lebih 540.000 orang dengan rentang usia 12-65 tahun pernah menggunakan jenis obat-obatan terlarang di tahun sebelumnya.

Pemerintah Kolombia bekerjasama dengan UNODC bertekad membuat Kolombia menjadi “wilayah bebas narkoba”. Baru-baru ini, pemerintah meresmikan kampanye tersebut di ibukota, Bogota, yang bertemakan “Kolombia, wilayah bebas narkoba”. Kampanye tersebut menggunakan media televisi, radio dan iklan online, yang disebarkan di sebagian besar perkotaan di negara tersebut.

Tujuan utama kampanye tersebut yang secara resmi telah diluncurkan oleh mantan Presiden, Alvaro Uribe Velez, bertujuan untuk mentransformasi gambaran sosial dan kultur dari gaya hidup yang mendukung penyalahgunaan narkoba. Kampanye dilakukan dengan cara mempromosikan strategi-strategi pencegahan melalui pendidikan dan penyebaran informasi yang bertujuan mempromosikan pilihan untuk hidup sehat pada kelompok yang dianggap sangat rentan. Kegiatan ini menghimbau masyarakat untuk memilih hidup sehat dan bebas narkoba pada konteks yang berbeda, baik di lingkungan sekolah dan di rumah baik untuk seluruh keluarga serta lingkungan tempat tinggal.

Sejauh ini, seratus anggota yang berasal dari masyarakat seperti kaum remaja, para siswa dan pejabat pemerintah telah bergabung pada kampanye tersebut dengan membubuhkan tanda tangan mereka di gambar peta negara yang menyatakan bahwa “Kolombia bebas narkoba”.

Perwakilan UNODC di Kolombia, Aldo Lale-Demoz, mengakui besarnya upaya pemerintah Kolombia dalam memerangi penyalahgunaan obat-obatan. “Kami memberikan ucapan selamat kepada pemerintah dalam rangka memimpin studi nasional berkaitan dengan obat-obatan, dimana hal tersebut belum pernah dilakukan 10 tahun terakhir. Kami juga memberikan apresiasi pada tindakan yang mereka ambil setelah hasil laporan diketahui. Daripada harus menutupi angka sebenarnya, mereka memilih untuk mengambil tindakan berupa kebijakan publik untuk mengurangi masalah ini, salah satunya melalui kampanye ini,” ujar Lale-Demoz pada saat peluncuran kampanye tersebut.

Sampai beberapa tahun yang lalu, beberapa wilayah dari Kolombia dikenal sebagai produsen dan pintu keluar sejumlah besar obat-obatan yang dipasok untuk pasar internasional. Sekarang, berkat upaya tersebut penegakan diawasi oleh militer dan polisi, jalan pengeksporan ditutup sebagian dan sejumlah obat-obatan yang sebelumnya tersedia untuk konsumsi eksternal sekarang memasok pasar lokal dan memenuhi konsumsi nasional, sehingga mudah didapatkan bagi kaum remaja", ujar Maria Mercedes Due�as, manajer dari kampanye.

Sumber: http://www.unodc.org/unodc/en/frontpage/2010/August/colombia-new-anti-drugs-campaign-targets-the-public.html

Minggu, 19 September 2010

Proses dan Tahapan Ketergantungan

Reporter: Staf Pus T&R (abdi) | 24 Agustus 2010

Gejala dini penyalahgunaan Narkoba bukanlah hal yang mudah, tapi sangat penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Bila sudah dalam keadaan ketergantungan, maka gejala lebih mudah terlihat, tergantung dari jenis zat yang dipakai, jumlah atau frekuensi pemakaian, cara dan lamanya pemakaian.

Gejala penyalahgunaan Narkoba sangat tergantung dari tahapan pemakaiannya dan untuk sampai pada kondisi ketergantungan seseorang akan mengalami beberapa tahap :

- Experimental Use adalah periode dimana seseorang mulai mencoba-coba menggunakan narkoba dan zat adiktif untuk tujuan memenuhi rasa ingin tahu.

- Social Use adalah periode dimana individu mulai mencoba menggunakan narkoba untuk tujuan rekreasional, namun sama sekali tidak mengalami problem yang berkait dengan aspek sosial, finansial, medis dan sebagainya. Umumnya individu masih dapat mengontrol penggunaannya.

- Early Problem Use adalah periode dimana individu sudah menyalahgunakan narkoba dan perilaku penyalahgunaan ini mulai berpengaruh pada kehidupan sosial individu tersebut, seperti timbulnya malas bersekolah, keinginan bergaul hanya dengan orang-orang tertentu, dan lain-lain.

- Early Addiction adalah periode dimana individu sampai pada perilaku ketergantungan baik fisik, maupun psikologis, dan perilaku ketergantungan ini sangat mengganggu kehidupan individu tersebut. Yang bersangkutan nyaris sulit mengikuti pola hidup orang normal sebagaimana mestinya dan mulai terlibat pada perbuatan yang melanggar pada norma dan nilai yang berlaku.

- Severe Addiction adalah periode dimana individu hanya hidup dan berlaku untuk mempertahankan ketergantungannya, sama sekali tidak memperhatikan lingkungan sosial dan diri sendiri. Pada tahap ini, individu biasanya sudah terlibat pada tindakan kriminal yang dilakukan demi memperoleh narkoba yang diinginkan.

Sumber : Modul Pelatihan Petugas Rehabilitasi Sosial Dalam Pelaksanaan Program One Stop Centre (OSC) – Diterbitkan oleh Pusat Terapi & Rehabiltasi Badan Narkotika Nasional, 2006.

10 Hal yang Perlu Diketahui Remaja Tentang Ganja

Reporter: RQ@DATIN | 09 Juni 2010, 14:05 WIB

1. Memakai ganja adalah perbuatan melanggar hukum. Kamu akan sulit mendapatkan pekerjaan jika pernah dihukum.
2. Ganja bebahaya. Menghisap ganja meningkatkan resiko kanker dan kerusakan paru-paru. Juga menyebabkan panik, cemas, dan ”parno” (perasaan yang seperti dikejar orang).
3. Ganja mengurangi kemampuan melakukan aktivitas. Yang membutuhkan koordinasi dan konsentrasi, seperti olah gara, menari, latihan drama, dan belajar.
4. Memakai ganja mengurangi penilaian orang lain terhadap dirimu. Coba pikir jika kamu berpakaian rapi lalu ada ganja di tanganmu, apa yang kamu lakukan?
5. Ganja membatasi dirimu. Ganja mengganggu sekolahmu, hubunganmu dengan keluarga dan kehidupan sosial.
6. Ganja mengganggu cara berfikir dan menilai sesuatu. Hal ini sangat mengundang resiko, seperti kecelakaan, dan kekerasan.
7. Menghisap ganja tidak menjadikanmu keren (cool). Justru sebaliknya, penampilanmu lusuh.
8. Ganja menyebabkan ketergantungan. Kamu merasa selalu membutuhkan ganja, dan sulit melepaskan diri darinya.
9. Menghisap ganja bukan menyelesaikan masalah. Ganja tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan masalah akan lebih berat, karena kamu tidak berusaha mencari penyelesaiannya. Bicarakan masalahmu dengan orang lain yang kamu percayai. Jangan percaya kepada orang yang berkata, bahwa ganja tidak berbahaya atau akan menjadikan hidupmu lebih baik.
10. Tidak semua orang memakai ganja. Kamu tidak membutuhkannya. Jika kamu pikir, semua orang memakai ganja, kamu keliru di Amerika Serikat lebih dari 80% remaja 12-17 tahun belum pernah memakai ganja. Ganja tidak menjadikanmu bahagia, popular atau dewasa. (RQ@DATIN).

Sumber : “Buku ADVOKASI PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA, BNN-RI 2009”.

Sammy Masuk Rehabilitasi BNN

Reporter: Humas BNN | 08 September 2010

Sammy tertangkap oleh polisi di kamar kos-nya dengan barang bukti 1 bungkus plastik bening berisikan Shabu seberat 0,336 gram dan seperangkat alat hisap atau bong.

Sammy tertangkap oleh polisi di kamar kos-nya dengan barang bukti 1 bungkus plastik bening berisikan Shabu seberat 0,336 gram dan seperangkat alat hisap atau bong. Di persidangan, Sammy terbukti sebagai seorang pecandu Narkoba dan divonis untuk menjalani rehabilitasi medis dan sosial.

Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 hingga kini telah dilaksanakan 20 putusan rehabilitasi bagi para penyalahguna Narkoba.
Adapun di UPT T & R BNN sendiri telah menerima 9 pecandu Narkoba untuk menjalani pengobatan.

Keputusan ini sesuai dengan ketentuan yang ada dalam pasal 54 UU Nomor 35 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa pecandu dan penyalahguna Narkoba wajib untuk menjalani rehabilitasi medis dan sosial.

Kewajiban rehabilitasi bagi para pecandu Narkoba kemudian dipertegas kembali oleh pemeruntah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010. Dalam SEMA tersebut dijelaskan bahwa seorang pecandu Narkoba yang tertangkap tangan oleh penyidik Polri atau penyidik BNN dan tidak terbukti terlibat dalam peredaran gelap Narkoba, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman pidana untuk menjalani rehabilitasi medis dan sosial pada tempat-tempat rehabilitasi yang telah di tentukan.

Untuk lebih menjangkau para pecandu yang ingin mendapatkan rehabilitasi, BNN juga menerapkan system �jemput bola‘, melalui Satgas Penjangkauan dan Pendamping. Satgas ini memberikan layanan transportasi secara gratis dari tempat asal menuju panti rehabilitasi. Selama tahun 2009, telah berhasil dijangkau 265 pasien yang berasal dari 22 propinsi di Indonesia.(Dno)

Kamis, 29 April 2010

Pecandu Narkotika Berhak Mendapatkan Rehabilitasi

Mereka yang terbukti sebagai pecandu Narkotika, wajib untuk menjalani proses rehabilitasi medis dan sosial.

Demikian pernyataan Sekretaris BNN Bambang Abimanyu pada kegiatan penjangkauan korban Narkotika yang dilaksanakan di aula Lapas Kelas IIA Kediri � Jawa Timur, tanggal 26 April 2010.

Upaya ini merupakan bentuk implementasi dari ketentuan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya pasal 54, 55, 103, dan 127. Undang-undang ini lebih bersifat humanis kepada korban penyalahgunaan Narkotika, namun keras terhadap para pengedar, importir dan produsen Narkotika. Selain itu bagi para pecandu yang sudah cukup umur maupun orang tua / wali dari pecandu yang belum cukup umur, wajib untuk melapor kepada puskesmas, rumah sakit atau lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang ditunjuk oleh pemerintah, untuk mendapatkan pemulihan atau rehabilitasi.

Kewajiban rehabilitasi bagi para pecandu Narkotika kemudian dipertegas kembali oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010. Dalam SEMA tersebut dijelaskan bahwa seorang pecandu Narkotika yang tertangkap tangan oleh penyidik Polri atau penyidik BNN dan tidak terbukti terlibat dalam peredaran gelap Narkotika, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman pidana untuk menjalani rehabilitasi medis dan sosial pada tempat rehabilitasi yang telah ditentukan.

Kewajiban menjalani rehabilitasi bagi penyalahguna Narkotika dimaksudkan untuk mengurangi jumlah konsumen atau pangsa pasar Narkotika di Indonesia, sehingga nantinya diharapkan terjadi keseimbangan antara faktor supply dan demand. Kebijakan dan strategi yang dilakukan BNN untuk mengurangi permintaan Narkotika adalah dengan melakukan rehabilitasi kepada seluruh pecandu, meningkatkan imunitas masyarakat, serta meningkatkan upaya pemberdayaan terhadap masyarakat. Adapun strategi untuk mengurangi jumlah ketersediaan Narkotika dilakukan melalui upaya pemberantasan atau penegakan hukum terhadap jaringan sindikat Narkotika.

Selain itu ketentuan ini dikeluarkan karena umumnya pengambilan kebijakan di Indonesia saat ini masih menganut sistem public security dan belum pada tahap public health. Artinya, upaya yang dilakukan di Indonesia saat ini masih dominan terhadap bidang pemberantasan penyalahgunaan Narkotika, atau belum memfokuskan pada upaya merehabilitasi pecandu dari aspek medis dan sosial.

Kebijakan untuk merehabilitasi para pecandu Narkotika merupakan kebutuhan mendesak dan perlu untuk segera dilakukan. Hal ini untuk mengurangi pasar atau konsumen Narkotika di Indonesia, mengingat perkembangan kasus Narkotika di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan kecenderungan meningkat. Jika pada tahun 2005 terjadi 16.252 kasus Narkotika dengan jumlah tersangka 22.780 orang, maka pada tahun 2009 jumlah tersebut melonjak menjadi 30.668 kasus dengan tersangka sebanyak 38.070 orang. Selain itu apabila dilihat dari data yang ada, 86 % penyalahguna narkotika, adalah usia produktif yang membutuhkan pembinaan mental dan perawatan medis. Kondisi tersebut di atas juga memiliki implikasi terhadap kemampuan kapasitas lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan yang ada.

Untuk mengakomodasi pelaksanaan ketentuan di atas, saat ini BNN memiliki panti rehabilitasi yang disebut Kampus Unitra. Kampus Unitra berkapasitas 500 residen, yang terletak di wilayah Wates Jaya, Cigombong, Lido - Bogor. Metode pemulihan residen yang digunakan adalah therapeutic community (terapi berbasiskan komunitas), medis, sosial, religi, akupuntur, dan hipnoterapi. Umumnya seorang pasien yang baru masuk akan menjalani proses detoksifikasi atau pembersihan racun dari dalam tubuh. Setelah itu pasien masuk ke dalam entry program, untuk selanjutnya mengikuti primary program. Terakhir, pasien akan mengikuti program after care. Dalam tahap ini pasien dapat kembali kepada orang tua atau keluarganya sambil tetap menjalani proses konsultasi atau rawat jalan. Waktu yang dibutuhkan bagi seorang pasien untuk menjalani sebuah proses rehabilitasi umumnya berkisar antara 8 bulan hingga 1 tahun.

Untuk lebih menjangkau para pecandu yang ingin mendapatkan rehabilitasi, BNN juga menerapkan sistem �jemput bola“, melalui Satgas Penjangkauan dan Pendampingan. Satgas ini memberikan layanan transportasi secara gratis dari tempat asal menuju panti rehabilitasi. Selama tahun 2009, telah berhasil dijangkau 249 pasien yang berasal dari 22 propinsi di Indonesia.

Hingga saat ini data pecandu Narkotika yang mendapatkan vonis pengadilan untuk menjalani rehabilitasi adalah sebagai berikut : di Jakarta terdapat tujuh pecandu, Kendari sebanyak satu orang pecandu, dan di UPT Terapi & Rehabilitasi BNN juga satu orang pecandu.(KA)

Sumber: bnn.go.id

PENGGAGALAN UPAYA PENYULUNDUPAN HEROIN DI BANDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA BANDUNG. 25 APRIL 2010

Reporter: KPPBC Bandung | 27 April 2010

Penyalahgunaan narkotika jenis Heroin di Indonesia masih tinggi terbukti dengan adanya penggagalan upaya penyelundupan heroin di Bandara Internasional Husein Sastranegara Bandung Jawa Barat. Berawal dari penangkapan seorang perempuan Warga Negara Indonesia pada tanggal 25 April 2010 oleh petugas pengawasan dan pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) tipe Madya Pabean Bandung bekerjasama dengan petugas Kantor Wilayah DJBC Jawa Barat. Perempuan tersebut berinisial CCB berusia 23 tahun menumpang pesawat Air Asia, Flight No. Qz-7592 rute Kuala Lumpur (Malaysia) � Bandung (Indonesia), dengan membawa barang yang diduga sebagai Heroin seberat 3.250 gram atau 3,25 Kg.

Penyalahgunaan narkotika jenis Heroin di Indonesia masih tinggi terbukti dengan adanya penggagalan upaya penyelundupan heroin di Bandara Internasional Husein Sastranegara Bandung Jawa Barat. Berawal dari penangkapan seorang perempuan Warga Negara Indonesia pada tanggal 25 April 2010 oleh petugas pengawasan dan pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) tipe Madya Pabean Bandung bekerjasama dengan petugas Kantor Wilayah DJBC Jawa Barat. Perempuan tersebut berinisial CCB berusia 23 tahun menumpang pesawat Air Asia, Flight No. Qz-7592 rute Kuala Lumpur (Malaysia) � Bandung (Indonesia), dengan membawa barang yang diduga sebagai Heroin seberat 3.250 gram atau 3,25 Kg.

Barang tersebut ditemukan petugas Bea dan Cukai dikemas dalam satu bungkus Alumunium foil berisi bubuk warna putih kecoklatan dan disembunyikan dalam ruangan palsu (false concealment) yang dibuat pada dinding koper kulit berwarna hitam coklat pemilik yang berinisial CCB tersebut. Setelah itu dilakukan pengujian dengan peralatan Narcotest, hasilnya menunjukan bubuk putin kecoklatan tersebut adalah Heroin, yang termasuk dalam daftar Narkotika gol. I.

Pada saat diwawancarai, CCb menyebutkan bahwa dia hanya ditugaskan oleh seseorang untuk mengantarkan barang tersebut ke suatu tempat di Jakarta. Atas dasar informasi tersebut, maka dilakukan pengembangan kasus dengan melakukan Control dilivery (Pengawalan barang tangkapan bersama pembawanya) bersama dengan petugas dari Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk mendapatkan pihak yang menyuruh CCB. Melalui kerjasama dengan petugas Direktorat P2 Kantor DJBC dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Tim berhasil menangkap 2 (dua) tersangka lainya, seorang wanita WT alias AS Warga Negara Indonesia berusia 26 tahun dan seorang pria Warga Negara Nigeria NC alias Ic berusia 29 tahun.

Selanjutnya barang bukti Narkotika jenis Heroin senilai 8 milyar lebih dan para tersangka diserahkan kepada Badan Narkotika Nasional untuk proses penyidikan. Kegiatan yang dilakukan para tersangka (pemasukan barang larangan Narkotika Gol. I seperti heroin) melanggar UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 113 ayat (2) dengan ancaman hukuman mati pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda maksimal Rp. 10.000. 000.000,- (sepuluh milyar)ditambah 1/3 (satu per tiga) karena membawa Narkotika lebih dari 5 gram.

Sebagai Informasi,penegahan Narkotika jenis heroin sebanyak 3,25 Kg merupakan yang kelima danterbesar oleh Petugas Bea dan cukai sepanjang tahun 2010. Jumlah total yang berhasil ditegah petugas Bea dan Cukai selama 2010 adalah 8.041,04 gram atau 8,05 Kg.

Sumber: bnn.go.id