Berita Narkoba (Video)

Kamis, 29 April 2010

Pecandu Narkotika Berhak Mendapatkan Rehabilitasi

Mereka yang terbukti sebagai pecandu Narkotika, wajib untuk menjalani proses rehabilitasi medis dan sosial.

Demikian pernyataan Sekretaris BNN Bambang Abimanyu pada kegiatan penjangkauan korban Narkotika yang dilaksanakan di aula Lapas Kelas IIA Kediri � Jawa Timur, tanggal 26 April 2010.

Upaya ini merupakan bentuk implementasi dari ketentuan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya pasal 54, 55, 103, dan 127. Undang-undang ini lebih bersifat humanis kepada korban penyalahgunaan Narkotika, namun keras terhadap para pengedar, importir dan produsen Narkotika. Selain itu bagi para pecandu yang sudah cukup umur maupun orang tua / wali dari pecandu yang belum cukup umur, wajib untuk melapor kepada puskesmas, rumah sakit atau lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang ditunjuk oleh pemerintah, untuk mendapatkan pemulihan atau rehabilitasi.

Kewajiban rehabilitasi bagi para pecandu Narkotika kemudian dipertegas kembali oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010. Dalam SEMA tersebut dijelaskan bahwa seorang pecandu Narkotika yang tertangkap tangan oleh penyidik Polri atau penyidik BNN dan tidak terbukti terlibat dalam peredaran gelap Narkotika, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman pidana untuk menjalani rehabilitasi medis dan sosial pada tempat rehabilitasi yang telah ditentukan.

Kewajiban menjalani rehabilitasi bagi penyalahguna Narkotika dimaksudkan untuk mengurangi jumlah konsumen atau pangsa pasar Narkotika di Indonesia, sehingga nantinya diharapkan terjadi keseimbangan antara faktor supply dan demand. Kebijakan dan strategi yang dilakukan BNN untuk mengurangi permintaan Narkotika adalah dengan melakukan rehabilitasi kepada seluruh pecandu, meningkatkan imunitas masyarakat, serta meningkatkan upaya pemberdayaan terhadap masyarakat. Adapun strategi untuk mengurangi jumlah ketersediaan Narkotika dilakukan melalui upaya pemberantasan atau penegakan hukum terhadap jaringan sindikat Narkotika.

Selain itu ketentuan ini dikeluarkan karena umumnya pengambilan kebijakan di Indonesia saat ini masih menganut sistem public security dan belum pada tahap public health. Artinya, upaya yang dilakukan di Indonesia saat ini masih dominan terhadap bidang pemberantasan penyalahgunaan Narkotika, atau belum memfokuskan pada upaya merehabilitasi pecandu dari aspek medis dan sosial.

Kebijakan untuk merehabilitasi para pecandu Narkotika merupakan kebutuhan mendesak dan perlu untuk segera dilakukan. Hal ini untuk mengurangi pasar atau konsumen Narkotika di Indonesia, mengingat perkembangan kasus Narkotika di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan kecenderungan meningkat. Jika pada tahun 2005 terjadi 16.252 kasus Narkotika dengan jumlah tersangka 22.780 orang, maka pada tahun 2009 jumlah tersebut melonjak menjadi 30.668 kasus dengan tersangka sebanyak 38.070 orang. Selain itu apabila dilihat dari data yang ada, 86 % penyalahguna narkotika, adalah usia produktif yang membutuhkan pembinaan mental dan perawatan medis. Kondisi tersebut di atas juga memiliki implikasi terhadap kemampuan kapasitas lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan yang ada.

Untuk mengakomodasi pelaksanaan ketentuan di atas, saat ini BNN memiliki panti rehabilitasi yang disebut Kampus Unitra. Kampus Unitra berkapasitas 500 residen, yang terletak di wilayah Wates Jaya, Cigombong, Lido - Bogor. Metode pemulihan residen yang digunakan adalah therapeutic community (terapi berbasiskan komunitas), medis, sosial, religi, akupuntur, dan hipnoterapi. Umumnya seorang pasien yang baru masuk akan menjalani proses detoksifikasi atau pembersihan racun dari dalam tubuh. Setelah itu pasien masuk ke dalam entry program, untuk selanjutnya mengikuti primary program. Terakhir, pasien akan mengikuti program after care. Dalam tahap ini pasien dapat kembali kepada orang tua atau keluarganya sambil tetap menjalani proses konsultasi atau rawat jalan. Waktu yang dibutuhkan bagi seorang pasien untuk menjalani sebuah proses rehabilitasi umumnya berkisar antara 8 bulan hingga 1 tahun.

Untuk lebih menjangkau para pecandu yang ingin mendapatkan rehabilitasi, BNN juga menerapkan sistem �jemput bola“, melalui Satgas Penjangkauan dan Pendampingan. Satgas ini memberikan layanan transportasi secara gratis dari tempat asal menuju panti rehabilitasi. Selama tahun 2009, telah berhasil dijangkau 249 pasien yang berasal dari 22 propinsi di Indonesia.

Hingga saat ini data pecandu Narkotika yang mendapatkan vonis pengadilan untuk menjalani rehabilitasi adalah sebagai berikut : di Jakarta terdapat tujuh pecandu, Kendari sebanyak satu orang pecandu, dan di UPT Terapi & Rehabilitasi BNN juga satu orang pecandu.(KA)

Sumber: bnn.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar