Berita Narkoba (Video)

Rabu, 18 Februari 2009

NARKOBA. Pasar Kuat, Bisnis Terus Berkembang

JAKARTA. KOMPAS - Bisnis sabu dan ekstasi terus berkembang di Jakarta karena pasarnya sangat kuat, sementara koordinasi antarinstansi negara masih lemah.

Demikian dikatakan Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Arman Depari. Selasa (10/2). Menurut dia. perubahan kegiatan dari kegiatan penyelundupan sabu dan ekstasi menjadi kegiatan produksi karena berkembangnya proses pembelajaran, bukan karena meningkatnya permintaan pasar.

"Kalau dulu para pelaku bisnis ini belum memiliki tenaga peracik, sekarang sudah karena berkembangnya proses pembelajaran," tutur Annan. Proses pembelajaran berlangsung lewat hubungan jaringan antarnegara dan internet, lanjutnya.

Menurut Arman, perubahan kegiatan tidak mengubah besaran biaya produksi. Jatuhnya sama saja. Meski demikian, ia mengakui, kegiatan produksi lebih menguntungkan saat mereka menghadapi polisi.

Tak terjerat

Kalau menyelundupkan barang jadi dan terbongkar polisi, para pelaku bisnis ilegal ini mudah terperangkap hukum. Namun, kalau hanya kedapatan menyimpan prekusor (salah satu ba-han baku) yang belum diolah, mereka bisa lolos dari jeratan hukum.

"Meski jumlah prekusomya mencapai puluhan kuintal, me-reka tidak bisa menuduh si pemilik atau penyimpan prekusor sebagai produsen sabu dan ekstasi sebelum polisi menemukan pabrik narkoba mereka," papar Arman.

Oleh karena itu. .Annan berharap adanya peraturan perundang-undangan tentang peredaran dan pengawasan prekusor. Dengan adanya undang-undang tersebut, peredaran prekusor bisa diawasi lebih ketat sehingga penyalah guna bahan tersebut mudah terlacak.

Mudah terkecoh

Keuntungan lain yang diperoleh produsen dengan memproduksi narkoba sendiri adalah mereka membuat ekstasi sesuai dengan permintaan bandar. Jadi, jumlahnya bisa jauh lebih kecil dibandingkan dengan kalau mendatangkan barang jadi.

"Polisi yang belum cukup punya pengalaman akan mudah terkecoh, seolah-olah para pelaku cuma bandar biasa yang memiliki atau menyimpan narkoba dalam jumlah terbatas," tuturnya.

Terakhir, pihaknya membongkar pabrik sabu berkedok warnet Seal Online Dust di Ruko Mutiara Taman Palem Blok A-3 Nomor 18, Cengkareng Timur. Jakarta Barat, Kamis 29 Januari lalu. Pabrik ini setiap tiga hari sekali memproduksi 12 kilogram sabu kelas satu. Jadi, setiap hari, dari tempat itu dihasilkan 4 kilogram sabu senilai Rp 6 miliar.

Dalam kasus ini polisi membekuk tiga tersangka. Merekaadalah bandar Suganda alias Mr Black, pemodal Wiryo Sutandar, dan peracik Edy Handoyo.

Lemah kerja sama

Pada bagian lain .Arman mengakui masih lemahnya kerja sama antarinstansi dalam menangani kasus narkoba dari hulu ke hilir. Hal ini dimanfaatkan para pebisnis barang haram ini guna membangun kerajaan bisnis mereka di Jakarta.

Hal serupa disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane. Ia menilai instansi negara yang paling aktif menindak bisnis narkoba baru polisi. Itu pun baru di tingkat represif.

Instansi negara selain polisi yang seharusnya bisa lebih aktif adalah petugas imigrasi, bea cukai, pengelola lembaga pemasyarakatan, departemen, dan dinas kesehatan. Tiadanya kerja sama antarinstansi negara membuat peran polisi pun menjadi cuma sebatas "pemadam kebakaran".

"Ini baru soal kerja sama. Belum pada soal praktik korupsi di antara instansi negara yang menangani kasus narkoba," kata Neta. Menurut dia, dalam beberapa kasus, keluarga pengguna narkoba justru diperas oleh kalangan pegawai instansi maupun polisi.

Menyinggung soal kuatnya pasar narkoba jenis psikotropika ini. Arman mengatakan, "Pasar Jakarta memang kuat, tetapi lebih kuat pasar di Johor. Malaysia, dan Filipina." (WIN)

Sumber : http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=2257

Tidak ada komentar:

Posting Komentar